Duka Oktober…di “wajah miris” bangsa ini


Bulan Oktober ini sepertinya tak henti menyisakan kepedihan. Tuhan ternyata telah memberlakukan kehendakNya diluar apa yang kita mau, sehingga alam ciptaanNya enggan untuk berdamai dengan manusia. Amukan banjir bandang di Papua barat 4 Oktober yang memporakporandakan Wasior, Manggurai, Wondamai hingga Wandiboy, meluluhlantakkan pemukiman dan menewaskan hampir 200 orang warga. Jakarta, kota metropolitan yang setiap tahun menjadi langganan banjir, pada bulan ini mencatatkan kerugian akibat banjir sebagai yang tertinggi dalam sejarahnya, begitupun banjir-banjir yang terjadi di hampir 100 kabupaten dan kota di Indonesia. Merapi, gunung api terbilang paling aktif di dunia yang terletak di pulau Jawa, bulan ini, ikut memperlihatkan keberingasannya sejak tanggal 25 Oktober. Letusan-letusan asap dan material disertai awan panas yang terbilang dahsyat (mendekati 600 derjat celcius) yang terjadi 27 Oktober telah menghanguskan apapun yang ada di sekitarnya, rumah, pohon ,ternak, dan manusia dalam sekejap menjadi gosong dan kaku tak berdaya. Pekikan parau , tangisan dan suara-suara pilu seperti tertelan oleh gemuruh longsoran material Merapi. Sebaran abu vulkanik yang menyesakkan dada membuat sejumlah desa dalam radius lebih dari sepuluh kilometer diseputar Merapi menjadi buram seperti tak berpengharapan. Gempa bumi berskala 7,2 SR, disusul gelombang Tsunami di pulau Pagai Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai terjadi menjelang tengah malam (25 Oktober). Goncangan bumi yang terjadi saat warga desa Belagu dan Muntai Baru yang terletak di pesisir Pagai selatan, membuai seakan menjadi pengantar tidur, namun sekonyong disusul terjangan gelombang yang menyapu bersih kedua desa ini, dan akhirnya menyisakan puing dan jasad-jasad manusia yang tercabik-cabik oleh ganasnya hempasan air, kayu, batu dan material bangunan rumah-rumah mereka sendiri. Ratusan orang telah menjadi korban dan ratusan lainnya dinyatakan hilang entah kemana…..
(hingga tulisan ini dibuat, masih dilakukan pendataan)

Bencana beruntun yang terjadi selama Oktober meninggalkan duka yang begitu dalam di setiap sanubari yang peka, meruntuhkan banyak sekali harapan, dan meninggalkan jejak trauma psikologis bagi yang ikut merasakan. Meski bagi korban berlalunya bencana adalah “ketenangan”, dan mereka tidak perlu lagi terusik dengan berbagai kecemasan. Namun bagi yang ditinggalkan adalah kepedihan yang tak terkatakan, menggumam pilu (seperti) tidak rela dengan apa yang telah menimpa orang tua, istri, suami, anak, saudara, dan semua yang mereka cintai ; sebegitu kejamnya alam merenggut semua itu dari mereka. Tidak hanya keluarga terdekat, mereka yang nun jauh di ujung sanapun dapat merasakan kepedihan yang menimpa warga yang terkena bencana, diantara mereka, yang meskipun, tidak dapat melakukan apa-apa untuk meringankan penderitaan itu, paling tidak, ikut berempati dengan penderitaan sesama. Banyak naluri kemanusiaan tersentak untuk menyatakan belasungkawa, untuk menyisihkan sebagian harta dalam rangka mengurangi penderitaan mereka, mengorbankan waktu dan tenaga membantu meringankan beban-beban mereka, atau, paling tidak, untuk sekadar besimpuh menadahkan tangan bermohon pada Yang Kuasa agar yang “pergi” memperoleh ketenangan di sisiNya dan yang ditinggalkan selalu tabah dan sabar……..

Bencana demi bencana tak urung telah mengusik kesadaran keTuhanan manusia. Banyak yang berspekulasi tentang kemarahan Tuhan atas sikap-sikap manusia yang telah kehilangan rasa takut untuk mengingkari ketentuanNya. Tak sedikit pula yang menyadari bencana sebagai peringatan dan ujian ilahiyah dalam rangka mengukuhkan keimanan terhadap ‘kekuasaan yang tak terbatas’ yang dimiliki sang Khaliq atas makhluq ciptaanNya atau sebagai wujud bukti kasih sayangNya. Banyak juga di sana yang berspekulasi tentang bencana sebagai siklus alam yang bukan sunnahNya, dan dengan angkuh mengkultus ilmu, mendewakan perhitungan matematis, lalu memberikan prediksi-prediksi “menakutkan” untuk menambah beban traumatis warga daerah bencana, menebar keputusasaan dalam duka yang tak pernah putus dan nyaris kehilangan harapan. Ada di sana manusia klenis namun fanatis menunjukkan keyakinan dirinya dengan menyanggah kekuasaan Ilahi secara salah, menerobos batas-batas alamiah menjalin interaksi semu dengan alam untuk menundukkan keganasannya dengan niteni yang bersifat naluriah, membungkus fanatisme tradisional keratonan yang meyakini alam dikuasai oleh sejumlah penguasa ; eyang empu dan eyang panembahan sapujagad. Namun tatkala wedhus gembel menyambanginya …keyakinannyapun luruh, kemudian “bersujud” entah untuk keyakinannya lalu “menyediakan diri” ditelan bencana, atau sebagai pernyataan pertobatan atas kekeliruannya pada kekuasaan Tuhan…..tidak ada yang tahu!

Di sana juga ada manusia-manusia tak memiliki naluri kemanusiaan yang tak mampu menunjukkan empati dan kepedulian terhadap penderitaan sesama. Manusia yang telah kehilangan sensitifitas karena terlanjur “tercebur” ke dalam limpahan kesenangan dan “semerbakwangi”nya kehidupan Senayan, hingga tidak lagi mampu mencium dan merasakan “wangi”nya penderitaan rakyat kecil, padahal, untuk rakyat kecil itulah ia bisa “menikmati” Senayan, dan kepadanyalah, seyogianya, digantungkan nasib rakyat. Namun, pada saat rakyat menjeritkan penderitaan atas bencana yang menimpa,… dengan enteng ia berkata : “itulah resiko tinggal di daerah rawan bencana, kalau takut bencana ya pindah sajalah!.......sebuah kalimat yang menyayat hati dan tak seharusnya keluar dari mulut seorang pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yang (katanya) sangat terhormat di negeri ini…….. la’anallahu lahu wa na’uzubillah min zalik……


11 komentar:

Anonim mengatakan...

Drs Himler Usman
Subhanallah, saya berharap semua yg membaca tulisan Bpk ini akan tersentuh hati sanubarinya dan menyadari kekeliruannya dan bersegera melakukan kegiatan kemanusiaan yg seharusnya
dilakukannya. Wallahu a'lam

Anonim mengatakan...

Eddi Jamar
Betul Uda In. Memang kalau mambaco kegiatan alam atau bencana nan alah tajadi bagitu sering. Lah seharusnya kito merenung ... lah sebarapa jauh iman dan ketaqwaan kito Kepada Sang pencipta. Mdh2an kejadian kejadian ini adalah merupakan su...atu bahan untuk koreksi diri untuk diri kita masing2 dan menambah keimanan dan ketaqwaan kita kepada sang pencipta. Juga kita ingat akan nyanyi E biet G Ade. yang begitu lelevan dengan kejadian alam dan keimanan serta ketaqwaan dan juga dalam alqur'an pun ada memperingati kita dalam dalm hal ini.

Anonim mengatakan...

-Nelly Izmi-
Setuju da IR, masih pantaskah mereka disbut wakil rakyat?? Ketika tidk berempati dgn pendritaan yg dialami oleh rakyat yg diwakilinya... ??

Anonim mengatakan...

Najwan A. Shamad
Manusia telh menuhankan pikiran dan pendaptnya, sehingga saling menyalahkan. Pengamat menyalahkan pemerintah, politisi berjuang untuk partai, anggota DPR tidak punya perasaan.Kejadian demi kejadian adalah luka alam disebabkan oleh dosa manusia.

Anonim mengatakan...

Alexander Hegira
Tadi pagi menjelang berangkat sekolahnya di SD dekat rumah, anak saya nomor delapan sempat bertanya, "jadi di mana tempat yang aman sekarang, Yah". Saya hanya bisa jawab: "Tempat aman adalah di mana kita dapat selalu berada dalam perlindungan Allah, berada dalam petunjuk-Nya dan ridha-Nya; sehingga kala terjadi kecelakaan misalnya, dengan kuasa Allah kita akan dilindungi dan diselamatkan." Sekedar share saja Pak Irhash. Terima kasih.

Anonim mengatakan...

Drs Himler Usman
Tepat sekali......jalankan perintahNya dan jauhi laranganNya. Insya Allah kita selamat dunia akhirat.

Anonim mengatakan...

Alexander Hegira
Terima kasih, Pak Himler.

Irhash A. Shamad mengatakan...

@ p' Himler : kita berharap jg bgt, dan tnt lebih berharap lagi masyarakat kita bisa "membaca" tanda2 kekuasaan Allah di alam ini utk mengerti bgmn hrs menyikapinya
@ Eddi : keramahan alam berkorelasi dg prilaku manusia thd Khaliq dan alam itu sendiri, tp manusia yg kdg tidak mau menyadarinya
@ b'Nelly : begitulah prilaku sbhgn politisi kita yg hanya bs melihat sesuatu dlm dimensi politik sj, sngt mngkin prilaku penguasa spt ini ad korelasinya dg bencana2 yg terjadi akhir2 ini
@ kkd. Najwan :tdk bnyk yg mmpu mencerna bila bencana dikorelasikan dg dosa manusia, kalimat "luka alam disebabkan oleh dosa manusia" sngt tpt sekali, krn stiap prilaku menyimpang (dosa) akn mengganggu keharmonian siklus alam
@ Alexander H : saya sngt salut dg prnytaan itu!, seyogianya sikap ini yg prl kt masyarakatkan. Marzuki Alie yg terllalu bego utk mengerti itu dg mengtakan : "itulah resiko hidup di pulau"... pdhl dimanapun hdp pasti ad resiko. Saya setuju wilayah yg paling aman itu ada di "zhilalillah" yg bs kt kunjungi dg keimanan ketqwaan kt

Anonim mengatakan...

Siti Zahra
ya pak....mdah-mdahan semua ini cpat berakhir...amin

Anonim mengatakan...

Muhapril Musri
Itu merupakan peringatan Allah SWT .... Mudah-mudahan manusia kembali ke jalan yang benar... la'allahum yarji'uun, semoga.

Anonim mengatakan...

Yessi Andriyani
aminnn......

Posting Komentar

Komentar anda :

 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 Sarunai Malam |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net